Powered by Blogger.

Saturday 20 November 2021

Is Mathematics abstract?

I believe that mathematics is not as abstract as other people's views.

I always remind my students that mathematics is not just floating around, there is always an application.

I was taking a selfie with my student then I asked, what did we just do?

All together they answered, "Selfie". Ok good, your answer is correct.

Would you be satisfied with that answer because it's true? Of course not, you have to dig further.

What I did earlier was sort of brain storming and then I started writing material that day.

Starting from the date of the day, the time and the title of the lesson "Transformations". 

We know that there are several types of transformations:

  • Translation
  • Reflection
  • Rotation
  • Dilation

At that time the next question, anyone brought a mirror? It is certain that women will say yes, please take it out
When removed all told to touch the ear. The students were surprised, after taking selfies, they took out the mirror.

When they finish the translation, they will understand because now we will discuss "reflection". Suddenly they screamed
"So, the selfie was Mr. like a reflection on the y-axis, huh...and the mirror can also be reflection about y-axis and x-axis depending on the position of the mirror". Exactly like that, kids. You are right.

Well, it doesn't need to be long, you can already understand the meaning of all the opening activities. Good job!

In conclusion, make the lesson fun show them the application of the mathematics to make them believe that mathematics is a great tool for engineers to make something happen.

I've discussed the same technique with elementary school students before when they were told to do activities with buckets and bottles.

Now it is proven that Mathematics is not a dream.


Thursday 1 July 2021

Blended Learning



The Definition

Oxford Dictionary Definition Of Blended Learning: a style of education in which students learn via electronic and online media as well as traditional face-to-face teaching.

Another meaning of Blended Learning

Blended learning is an approach to learning that combines face-to-face and online learning experiences. Ideally, each (both online and off) will complement the other by using its particular strength.

Based on the definition above some instruction may happen in:

  • Class 
  • Online / in a remote teaching environment

So we need to be ready and be prepared to shift from these two environments whether in class or online.

Planning your Blended Learning














  1. Prepare your Learning Management System (LMS)

    There are plenty of LMS available and free, the most important is the way of using it. It must be well organised and easily navigable. Above all, it should be the exact replicas of our “in-person classroom”. There are so many things that we need to include in our LMS, such as resources, assignment, lesson, worksheets, tutorials …

  2. Flip instruction (flipped classroom

    Flipped classroom is where students are introduced to content at home, and practice working through it at school supported by a teacher and/or peers. In this way, traditional roles for each space are ‘flipped.’


  3. Interactive lesson

    Of course we need live Video conferencing but there are strategies that we can put in place to insure that the videos conferences are much more engaging and effective. Most of the time during our class time we just talk and students are passively experiencing class.
    So here, it is very important to use different programs that allow students to constantly be engaging of the content of a live video lesson. Some of them are promoting interactivity such as: Padlet, Flipgrid, Kahoot, Nearpod…

  4. Focus on lesson design

    Strategically sequence lesson
    Use a suit of technology programs matched with goals  

  5. Prepare to teach Students foundational technology skills

    Nowadays is pretty different from our era where our students as the called “digital natives” are much better than us as a digital immigrant.
    If necessary we can do a pre-assessment bout our digital tools that can support this strategy by asking “which foundational tech skills are necessary to introduce to our students?” 
  • Touch typing
  • Web navigation
  • Search engine: mathematics of Google (introduce the use of good keywords, +, -, finding documents online in easy way)

Types of blended learning


















Tools for Blended learning




My favorite Tools

Google classroom: https://classroom.google.com/
Schoology: https://www.schoology.com/
Kiddom: https://www.kiddom.co/
Moodle: https://moodle.org/
IXL: https://www.ixl.com/
ABCYA: https://www.abcya.com/
Flipgrid: https://info.flipgrid.com/
Padlet: https://padlet.com/

Does Blended Learning Work?

Strengths 

Not all students learn the same way. It encourages self-paced learning, providing benefit to both - the slow learners as well as the fast learners (Maniar, 2017).
  • Students are actively engaged and they are learning by doing
  • It transforms a largely “transmissive” method of teaching into a truly interactive one.
  • It promotes independent study.
A 2010 meta-analysis published by the U.S. Department of Education suggests it does. According to the report, students exposed to both face-to-face and online education were more successful than students entirely in one camp or the other.

Limitations 

  • Digital literacy skills are needed
  • Management of group work
  • A potential for some to fall behind.

Sources

  • https://www.teachthought.com/learning/the-definition-of-blended-learning/
  • https://www.teachthought.com/technology/37-blended-learning-resources-you-can-use-tomorrow/
  • https://www.teachthought.com/pedagogy/the-definition-of-differentiated-instruction/
  • http://youtu.be/hvYFToF97RA
  • https://videomaker.simpleshow.com/video-technology-enhance-blended-learning/








Saturday 13 October 2018

Audacity Perangkat Lunak gratis, sederhana, mudah dan menarik

Membuat karya indah tidak harus selalu dengan pemakaian peralatan canggih dan mahal.
Beberapa yang pernah mencoba perangkat lunak cuma-cuma alias gratis ini dapat membuktikan bahwa dengan peralatan seadanya seperti headphones (Earphone) dan Audacity pun bisa menghasilkan karya yang tidak kalah hebatnya dengan software mahal.

Audacity adalah perangkat lunak pengolah suara yang dimanfaatkan beberapa sekolah dengan teknik “dubbing”.

Dubbing technique adalah dengan merekam terlebih dahulu naskah cerita. Kemudian para-pemain atau pelakon tinggal menyesuaikan gerakan mulut atau tubuh mereka dengan suara yang telah direkam dan diolah sebelumnya.
Pernyataan tersebut di atas semakin menguatkan bahwa tidak selalu memerlukan barang mahal untuk menghasilkan karya-karya indah dengan peralatan seadanya dan software gratispun seperti Audacity dapat menghasilkan karya seni yang sangat luar biasa bahkan podcasting sekalipun.
Silahkan unduh artikel selengkapnya di:
https://www.academia.edu/8223929/Audacity_Perangkat_Lunak_gratis_sederhana_mudah_dan_menarik

Menggabungkan lagu dengan audacity

Sebenarnya banyak sekali yang bisa audacity lakukan antara lain:
- Memperlambat lagu
- Menambah efek-efek semisal: efek fade out, fade in
- Mengecilkan ukuran mp3
- Menghilangkan Noise
- Merekam Suara

Kali ini bagaimana menggunakan Audacity untuk menggabungkan lagu. Simak ulasannya di tautan berikut ini:
https://www.academia.edu/8223906/Moustaffa-menggabungkan-lagu-dengan-audacity

Menghilangkan vokal dengan Audacity

Bagaimana menghilangkan Vokal dengan Audacity?

Seperti yang kita bicarakan pada tutorial sebelumnya bahwa perangkat lunak Audacity ini mempunyai banyak kelebihan sebagai perangkat lunak gratis.
Anda bisa membayangkan bukan, jika sebuah lagu dihilangkan suara vokalnya, apa yang terjadi. Yang pasti tinggal musiknya alias menjadi karaoke. Maka, jika Anda ingin agar vokalnya hilang, sebaiknya anda ikuti langkah-langkahnya dengan mengunduhnya di tautan berikut ini:

Perkenlan dengan Audacity

AUDACITY – MARI BERKENALAN DENGAN AUDACITY

1-PENDAHULUAN


AudacityAudacity adalah perangkat lunak gratis dan mudah digunakan untuk pengolahan suara (Free and Easy
Audio Editing).
Kita dapat menggunakan audacity untuk:

  • Membuat sendiri buku dalam bentuk CD untuk memicu anak-anak untuk membaca
  • Merekam suara, music dari CD, DVD atau Radio
  • Membuat suara untuk presentasi PowerPoint
  • Merekam tes lisan dan merekam jawaban dari murid-murid
  • Merekam podcasts,
  • Melatih imajinasi murid-murid atau imajinasi kita sendiri
  • Membuat Ringtone
  • Mengedit lagu atau suara
2-MENGUNDUH DAN INSTALASI

Dari kemampuan yang dimiliki Audacity ada baiknya kita memilikinya dan mencobanya dan dapat diunduh di situs resminya: https://audacityteam.org/download/
Versi terakhir adalah Audacity ® 2.3.0.
Pastikan and juga mengunduh program tambahan yaitu: LAME MP3 encoder untuk dapat membuat file MP3.
Instalasi Audacity adalah seperti install program pada umumnya dan kiranya anda tidak akan mendapat kesulitan berarti hanya mengikuti apa yang di layar.
LAME MP3 encoder ini biasanya dalam bentuk zip, dan anda tinggal unzip dengan program yang sudah ada di windows atau anda mempunyai program winzip atau winrar atau program lainnya ke dalam folder seperti contoh berikut ini: C:\Program Files\Audacity\Plug-Ins.
Folder tersebut telah dibuat oleh windows selama proses instalasi kalau anda mengunduh yan versi terakhir.
Unduh artikel selengkapnya di: https://www.academia.edu/5782346/Audacity-Perkenalan_dengan_Audacity

Saturday 11 July 2015

Sejarah SLiMS

Sejarah SLiMS

Disalin dan disunting dari sumber asli: http://id.wikipedia.org/wiki/Senayan_(perangkat_lunak)
Senayan, atau lengkapnya Senayan Library Management System (SLiMS), adalah perangkat lunak sistem manajemen perpustakaan (library management system) sumber terbuka yang dilisensikan di bawah GPL v3. Aplikasi web (yang awalnya) yang dikembangkan oleh tim dari Pusat Informasi dan Humas ini dibangun dengan menggunakan basis dataMySQL, dan pengontrol versi Git. Pada tahun 2009, Senayan memenangi INAICTA 2009 untuk kategori open source.

Daftar isi

Sejarah Pengembangan

Senayan pertamakali digunakan di Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional [1]. Pengembangan Senayan dilakukan oleh SDC (Senayan Developers Community). Di koordinir oleh Hendro Wicaksono [2], dengan Programmer Arie Nugraha [3], Wardiyono. Sementara dokumentasi dikerjakan oleh Purwoko [4], Sulfan Zayd, M Rasyid Ridho, Arif Syamsudin. Pada Januari 2012, developer SLiMS bertambah 2 orang, yaitu: Indra Sutriadi Pipii (Gorontalo) dan Eddy Subratha (Jogjakarta).
Selain itu, ada pula programmer Tobias Zeumer (tzeumer@verweisungsform.de), dan Jhon Urrego Felipe Mejia (ingenierofelipeurrego@gmail.com).
Situs resmi SLiMS, saat ini ada di http://slims.web.id
Menurut Hendro Wicaksono dan Arie Nugraha, anggota tim pengembang Senayan, program manajemen perpustakaan ini pertama kali dikembangkan pada November 2006. Waktu itu, para pengelola Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta tengah kebingungan karena program manajemen perpustakaan Alice habis masa pakainya. Alice adalah perangkat lunak bikinan Softlink sumbangan Pusat Kebudayaan Inggris, British Council.
Departemen tak memiliki anggaran untuk memperpanjang masa pakai Alice. Selain itu, Alice adalah produk tidak bebas (proprietary) yang serba tertutup. Staf perpustakaan sulit mempelajari program tersebut. Alice bahkan tak dapat dipasang di server atau komputer lain, sehingga tidak dapat didistribusikan ke perpustakaan di lingkungan departemen tersebut.
Hendro lantas mengusulkan ke Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, yang memayungi perpustakaan di departemen itu, untuk membuat program baru sebagai pengganti Alice. ”Karena awalnya dikembangkan dengan uang negara, harus bisa diperoleh secara bebas oleh masyarakat,” katanya.
Software baru itu kemudian dikembangkan dengan General Public License, sistem perizinan yang lazim digunakan dalam perangkat lunak berbasis sumber terbuka. Perizinan ini mensyaratkan agar software tersebut harus dapat digunakan, dipelajari, diubah, dan didistribusikan ke pihak lain secara bebas.
Pada awalnya Hendro dan Arie Nugraha, pustakawan lain di sana, mencari perangkat lunak yang sudah jadi, tapi terbentur sejumlah masalah. Beberapa peranti lunak, seperti PHP MyLibrary dan OpenBiblio, ternyata kurang serius menerapkan prinsip pengembangan aplikasi dan basis data. Dalam basis data yang bagus, misalnya, tabel pengarang dan buku harus terpisah. ”Nah, software yang ada waktu itu menggabungkan keduanya, sehingga tabel itu jadi lebih rumit karena memuat data pengarang 1, pengarang 2, dan seterusnya,” kata Hendro.
Teknologi yang digunakan dalam software itu pun umumnya memakai bahasa pemrograman Perl dan C++ yang relatif lebih sulit dipelajari oleh para pustakawan departemen yang tak punya latar belakang ilmu teknologi informasi. Selain itu, beberapa perangkat lunak tersebut sudah tidak aktif atau lama sekali tidak muncul versi terbarunya.
Dengan berbagai pertimbangan itu, mereka memutuskan membuat perangkat lunak yang baru sama sekali dengan memanfaatkan bahasa pemrograman PHP dan basis data MySQL, yang mereka pelajari secara otodidak. ”Kami semua berlatar belakang pustakawan. Kebetulan kami suka pada teknologi informasi dan sama-sama mempelajarinya,” kata Arie.
Karena awalnya dikembangkan di perpustakaan yang berlokasi di kawasan Senayan dan nama itu dirasa cocok dan punya nilai pasar yang bagus, aplikasi sistem perpustakaan itu pun dinamai seperti tempat kelahirannya.
Senayan berukuran kecil dan sangat mudah dipasang di komputer, baik yang memakai sistem operasi Linux maupun Windows. ”Besar seluruh file program, termasuk program Linux, kurang dari 1 gigabita,” kata Arie saat menjaga gerai Senayan di pameran Global Conference on Open Source di Hotel Shangri-La Jakarta, 27 Oktober lalu.
Meski dibangun di atas platform GNU/Linux, Senayan bisa berjalan hampir di semua sistem operasi komputer, termasuk Windows dan Unix. Untuk memudahkan interaktivitas pengguna, aplikasi ini juga memakai teknologi AJAX (Asynchronous JavaScript and XML) untuk tampilannya di peramban. Beberapa software bersumber terbuka lain juga dipasang di Senayan untuk memperkaya fiturnya, seperti genbarcode untuk pembuatan barcode, PhpThumb untuk menampilkan gambar, dan tinyMCE untuk penyuntingan teks berbasis web.
Yang terpenting, Senayan dirancang sesuai dengan standar pengelolaan koleksi perpustakaan, misalkan standar pendeskripsian katalog berdasarkan ISBD yang juga sesuai dengan aturan pengatalogan Anglo-American Cataloging Rules. Standar ini umum dipakai di seluruh dunia. ”Karena yang mengembangkan adalah para pustakawan, kami berani menjamin bahwa aplikasi ini sesuai dengan standar yang dibutuhkan pustakawan di dalam dunia kerjanya,” kata Hendro.
Untuk mengembangkan Senayan, Hendro dan Arie mengajak anggota di mailing list ISIS (ics-isis@yahoogroups.com)—kelompok diskusi para pustakawan pengguna perangkat lunak manajemen perpustakaan milik UNESCO—bergabung. Beberapa pustakawan lain menanggapi rencana mereka, bahkan turut membantu mengembangkan peranti lunak itu.
Jadilah Senayan versi beta yang hanya beredar di kalangan pustakawan di kelompok diskusi itu. Merekalah yang menguji dan kemudian memperbaiki bolong-bolong dalam program tersebut. Akhirnya, setelah program itu dirasa cukup stabil, Senayan dirilis ke publik pada November 2007, bertepatan dengan ulang tahun Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional yang ketiga.
Sebenarnya Senayan belum sempurna saat itu, tapi Hendro merasa bahwa program ini harus segera digunakan, terutama agar pustakawan di kantornya terbiasa dengan program baru ini dan mempercepat migrasi dari Alice. ”Semula kami pakai program Senayan dan Alice secara bersamaan, tapi ketika pengunjung sedang ramai, para pustakawan cenderung memakai Alice. Akhirnya kami matikan Alice sama sekali, dan mereka terpaksa hanya memakai Senayan,” kata Hendro.
Seperti yang mereka perkirakan sebelumnya, beberapa kegagalan terjadi ketika program itu dijalankan. Arie, yang bertugas menjaga kelancaran migrasi itu, mendapat keluhan bertubi-tubi dari para pengguna dan harus langsung memperbaiki program itu. ”Bugs (gangguan pada program) memang masih banyak pada program awal ini,” kata Arie, yang kini menjadi dosen teknologi informasi di almamaternya, Universitas Indonesia.
Tiga bulan berikutnya, Hendro mengundang beberapa pustakawan yang aktif di mailing list ISIS untuk menghadiri Senayan Developer’s Day—acara perekrutan tenaga pengembang program itu. Dari acara tersebut, terpilihlah empat nama: Purwoko, pustakawan Fakultas Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; Wardiyono, programer sebuah organisasi lingkungan; Sulfan Zayd, pustakawan di Sekolah Mentari; dan Arif Syamsudin, pustakawan di Sekolah Internasional Stella Maris.
Selama tiga hari para pustakawan terpilih itu berkumpul dan berkonsentrasi dalam penambahan fitur, perbaikan, dan pembaruan dokumen Senayan. Hasilnya, mereka meluncurkan Senayan versi yang lebih stabil dan dokumen program. Maret tahun berikutnya mereka berkumpul kembali dengan kegiatan yang sama.
Belakangan, mereka mendapat bantuan dari Tobias Zeumer, programer di Jerman. Zeumer mengganti program multibahasa Senayan dengan PHP Gettext, standar program multibahasa di lingkungan peranti lunak sistem terbuka. ”Dia peduli pada pengembangan Senayan dan salah satunya adalah menambahkan fitur bahasa Jerman pada Senayan,” kata Hendro.
Selain terus memperkaya Senayan, tim pengembang terus membuat paket program untuk memudahkan pemasangan. Paket yang disebut Portable Senayan (psenayan) ini berisi program Senayan, Apache (program untuk server), PHP, dan MySQL. Pengguna tinggal mengopi, mengekstrak, dan langsung menggunakannya pada komputer atau server masing-masing.
Ketika dirilis pertama kali, Senayan baru diunduh 704 kali. Angka ini melonjak menjadi 6.000 kali lebih pada Desember 2007 dan 11 ribu lebih Januari 2008. Adapun pada Oktober lalu program itu sudah diunduh hampir 27 ribu kali. Dengan demikian, total sudah 250 ribu kali lebih program itu diunduh.
Karena dapat diunduh secara bebas, Hendro dan kawan-kawan tak tahu persis berapa banyak pengguna aplikasi ini. Tapi sedikitnya ada sekitar 218 perpustakaan dan lembaga lain yang mengaku memakai Senayan, seperti Pusat Studi Jepang UI, Perpustakaan Kedokteran Tropis UGM, Sekolah Indonesia-Kairo di Mesir, Perpustakaan Indonesian Visual Art Archive, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Rumah Sakit M.H. Thamrin Cileungsi, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia, serta Perpustakaan Umum Kabupaten Pekalongan.
Senayan kini sudah berkembang jauh. Ia tak hanya menampilkan data buku, tapi juga dapat menampilkan gambar, suara, buku elektronik, dan bahkan video. Hendro dan timnya juga sedang mengembangkan agar setiap server pengguna Senayan dapat saling ”bicara”, sehingga nanti dapat dibangun sebuah gerbang pencarian data buku dalam jaringan yang dapat menelusuri semua katalog. ”Nanti akan ada sebuah gerbang agar pencarian buku cukup melalui satu situs saja,” kata Arie.

Lisensi

Karena pertama kali dikembangkan dengan dana APBN, maka untuk menjamin agar SLiMS bisa digunakan, didistribusikan dan dimodifikasi dengan bebas oleh seluruh rakyat Indonesia, SLiMS dirilis dengan lisensi GNU General Public License versi 3.

Union Catalog Server

Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan katalog induk, maka sejak versi Senayan 3 Stable14, ditambahkan fitur Union Catalog Server (UCS). Katalog induk adalah katalog yang rekod katalog-nya merupakan gabungan dari dua perpustakaan atau lebih. Dengan UCS maka perpustakaan-perpustakaan bisa menggabungkan rekod katalog mereka ke dalam sebuah katalog besar yang memudahkan pemustaka dalam menemukan koleksi yang mereka butuhkan. Beberapa contoh dari katalog induk online yang sudah berjalan dengan menggunakan UCS adalah:
Disalin dari: http://slims.web.id/web/?q=node/70

Pranala luar